Selasa, 25 September 2018

Berbeda

Purwokerto, 25 September 2018

Melepas penat sepulang kerja di meja makan, makan malam kami seringkali diwarnai dengan obrolan santai. Isu-isu viral di masyarakat menjadi salah satu santapan kami di meja makan. Suami membuka obrolan dengan berita duka dari dunia sepak bola : kematian seorang suporter klub sepak bola Ibu Kota akibat perilaku konyol oknum-oknum yang mengatasnamakan cinta sepak bola.

Kami menyayangkan terjadinya peristiwa makin marak terjadi ini. Bertengkar karena sepak bola. Mengapa peristiwa konyol itu harus tejadi? Ditengah diskusi kami, salah satu gurunda kami mengingatkan dalam statusnya. Gurunda kami Ust. Harry Santosa mengingatkan kita semua untuk berhenti menebar sampah kebencian. Ya, sampah-sampah itu menjadi virus yang turut menjangkiti kaula muda kita. Merasuki mereka berbuat tindakan konyol tersebut hanya karena perbedaan.

Kami merenung bersama rasanya ini bukan pada sepak bola saja. Kini marak, seorang perempuan mem-block media sosial teman lamanya karena perbedaan. Perempuan ini memutuskan menjadi Ibu Rumah Tangga mengabdi pada Suami, mendekat pada anak-anaknya. Namun sayang ia tak kuasa melihat temannya yang bekerja di ranah publik seringkali posting bertema plesiran. Perempuan itu merasa temannya sombong tidak menghargainya yang tidak mampu plesiran. Dengan mudahnya ia mem-block temannya itu, merasa tidak dipahami tanpa memahami. Padahal kita tidak pernah tahu tekanan yang dirasakan temannya itu : merindukan anak saat bekerja, merindukan bincang penuh tawa saat makan atau hal sederhana yang dimiliki Ibu Rumah Tangga.

Ada dua teman saya yang bertengkar karena berbeda sudut pandang dalam menilai suatu hal. Padahal keduanya tidak melihat hal  tersebut secara langsung. Si A berkata : "X itu begini katanya" dan si B berkata : "X itu begitu katanya". Hualah bertengkar karena suatu hal yang tidak berdasar.

Padahal kami berdua pun berbeda. Beda karakter beda kelakuan beda pemikiran beda semua😁 Tapi mas yang ajarin aku juga kalau perbedaan itu adalah suatu ketetapan. Dalam beda kita saling melengkapi ya mas. Selama perbedaan kita bukan hal yang prinsip is OK lah yaa..

Dalam diskusi kami suami mengingatkan untuk tidak banyak berbicara ketika kita tidak tahu tapi mencari tahu menilai sesuatu dari sudut pandang yang utuh untuk kemudian mengambil sikap. Diakhir pembicaraan satu pesan cinta terselip: "Ketika sayang menemukan seseorang yang berbuat salah. Benci perilakunya jangan benci orangnya".

Iya sayang jadi kalau nanti aku salah mas ga akan benci sama aku kan? Kalau istrinya nyebelin senggol sayang aja ya sambil diingetin.. Ya mungkin aku akan belajar dengan kesalahan itu. Sambil didoaakan semoga aku berubah. Berubah jadi power ranger? Haha yakalii.. Doakan aku semoga jadi lebih baik ya mas 🙂