Tampilkan postingan dengan label marriagelife. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label marriagelife. Tampilkan semua postingan

Rabu, 21 Maret 2018

aku udah nikah, kamu kapan?

Purwokerto, 21 Maret 2018

Long time no post ! Menangkap isu menarik pagi ini. Dan dari sudut pandang yang sudah menikah hanya ingin sedikit berbagi kisah.

Kadang ada rasa kikuk ketika setelah menikah berkumpul dengan yang belum menikah, kemudian ada yang nyeletuk: tuh mereka udah nikah, lo kapan? menunjuk salah satu teman kami yang belum menikah. Yang ditunjuk hanya bisa menunduk canggung. Dalam hati hanya bisa bergumam: siapa sih yang ngga ingin menikah?

Setiap orang punya alasan kenapa belum menikah. Ada yang ngerasa belum siap. Ada yang siap belum ketemu si dia. Ada yang bilang belum punya tabungan. Macem macem lah. Well, let me tell you bahwa kita ga akan pernah siap untuk menikah. Hal yang paling logis untuk kita lakukan adalah mempersiapkan diri. Mempersiapkan diri untuk apa?

Mudah-mudahan diri ini salah menangkap maksud ya. Kadang kalau abis girls talk itu suka merasa ada yang salah kaprah memahami tentang menikah. Mau nikah ya persiapan lah, persiapan apa? Persiapan materi buat resepsi 😂

disclaimer : harap baca dengan pikiran jernih. tidak ada maksud judgement apapun kepada siapapun ✌
Thanks to instagram. Menikah jadi muahal cyin.  Menikah zaman sekarang banyak asesorisnya : lamaran pengen pake dekoran lah minimal kadang pake jasa dokumentasi profesional, kalau dulu cuman keluarga sekarang temen satu geng pun di seragamin. Tiap temennya mau nikah ditagih seragamnya mana? Udah tau temennya lagi banyak pengeluaran. Pengantinnya mau ngasih seragam bokek ngga ngasih ngga tega soalnya dibuatin bridal shower sama temen se-geng.

Belum lagi resepsi, anaknya mau sederhana eh ortunya yang pengen begini begitu. Harus sesuai standar lah. Kateringnya begini MUAnya begitu cem macem. Tau-tau out of budget. Bilangnya gapapa lah kan acara sekali seumur hidup.

Bukan maksud hati nyinyir ya. Kalau ada rezekinya silahkan. I would be very happy if your wedding dreams come true. Take notes ya ciwi-ciwi kita itu peer presure-nya tinggi. Temennya begini ingin begini temennya begitu ingin begitu. Padahal kondisi tiap orang tuh beda-beda. Ada yang kata kita mewah da buat dia mah biasa aja segitu teh. Lah kalau kita kondisinya biasa aja pengen sama mewahnya itu mah maksa namanya. Pemaksaan itu selalu ada side effect girls (pernah dibahas salah satu financial adviser @jouska.id dimana ada yang berhutang mendekati 1M untuk pernikahan)

Dulu sebelum menikah pernah ditanya : indah wedding dreams-nya kaya apa sih? Agak bingung jawabnya sih. Yang terbayang saat itu adalah perhelatan sederhana di kebun dengan sedikit tamu bersama keluarga dan sahabat terdekat saja. Biar irit wkwk. Boro-boro dapetin duit buat mewujudkan wedding dreams, tugas akhir aja belum kelar wkwk. Qadarullah, ketemu sama suami malah ketika sedang rusuh sama thesis. Lamaran setelah lulus ketika baru aja ngerasain kerja kurang lebih sebulan. Nikah puyeng budgeting. Alhamdulillah kami satu visi: resepsi itu untuk mengabarkan bahwa kami menikah sehingga tidak ada fitnah kalau kami berduaan, menyuguhkan tamu dengan wajar semampu kami sehingga semua nyaman. Alhamdulillah gerbangnya sudah terlampaui.

Baru gerbang lhoo ya ingat. Jadi yang mau nikah persiapannya baru sebatas persiapan resepsi harap dicatat bahwa persiapannya baru sebatas gerbang.

Pun kami yang masih seumur jagung harus banyak belajar harus banyak membekali diri karena ternyata pernikahan itu sangat menantang. Pernikahan kami dimulai dari drama diri, sulit rasanya berdamai dengan diri : tadinya sibuk diluar terus sekarang lebih banyak waktu di rumah. Menelisik hikmah dibalik setiap kejadian. Ternyata karena kondisi ini jadi mudah bersosialisasi dengan tetangga, jadi aktif di komunitas supaya bermanfaat untuk sesama, sangat luang waktu untuk membaca buku, mencari ilmu dan membagikannya. Kalau mikirin ego bisa bisa berkesimpulan: aku jadi gini gara-gara suami. Tapi tidak mau seperti itu, karena sahabat aku pernah berpesan: bahagia itu masalah penerimaan.

Setelah menerima diri sendiri banyak yang aku sadari. Tujuan utama menikah apa sih? Buat ibadah kan? Jadi evaluasi nih harusnya setelah nikah makin dekat sama Allah.

Trus ada amanah buat ngatur keuangan keluarga, ini ibadah lho kan ada perintahnya menjaga harta suami. Duh belum ada bekal ilmunya. Mulai darimana ya? Karena dulu ngatur duit untuk sendiri ga ada tuh anggaran buat beli sabun cuci wkwk. Kalau ada apa-apa bisa minta tolong sama orangtua, sekarang? Mana bisa.

Terpenting, siapa yang menikah dan tak ingin punya anak? Lalu sadar pengen punya anak tapi sudahkah pantas kami jadi orangtua? Apa yang nanti mau kami wariskan pada anak kami? Yang membuat permata hati kami selamat dunia akhirat? Masih minim ilmu kami jadi orangtua..

Tulisan ini memang ditujukan untuk kalian para single yang telinganya sudah jengah ditanya kapan nikah. Semangat untuk mempersiapkan diri bukan hanya persiapan materi (karena materi juga dibutuhkan) tapi juga persiapan mental dan ilmunya. Sudah siapkah memahami pasangan? Sudahkah siap membimbing/dibimbing pasangan? Sudahkah siap menjadi sebuah team dalam satu keluarga? Sudah siapkah jauh dari orangtua? Sudah siapkah nanti jadi orangtua? Sudah siapkah nanti hidup bertetangga (yang mungkin sifatnya agak kurang menyenangkan)? Kita tidak akan pernah merasa siap maka aksi logis yang perlu kita lakukan adalah terus melakukan persiapan, terarah, menuju kesana, menuju rumah tangga yang mendekatkan kita pada Sang Pencipta. Menikah ataupun belum menikah teruslah belajar sebagai persiapan kita.

Setelah menjalani pernikahan, baru aku pahami makna dari menikah itu menyempurnakan separuh agama. Banyak aktivitas bernilai ibadah yang hanya bisa dilakukan setelah menikah. Catatan untuk diriku untuk terus memperbaiki diri dan untuk sahabat-sahabat yang masih dalam penantian : semangat ya sebelum menggenapkan separuh agama, maksimalkan setengahnya lagi sampai ketemu si dia. Rayu Sang Pemilik Cinta sebelum dirayu si dia*kiw*.

P.S. Kalau ditanya lagi kapan nikah jawab aja lagi persiapan nih doain aja ya wkwk

Rabu, 07 Februari 2018

tak sekedar menjadi seorang istri : merenungi keranjang belanja part 2


Purwokerto, 7 Februari 2018

Ngomong tentang mas eko, subuh subuh tadi dapet pesan di whatsapp : Mas Eko Sayur. (Gaul kan mang sayur sini, melek teknologi. Biar bisa request order πŸ˜)

Kyaa, mas eko libur 😭Ketergantungan banget dah sama mas eko, astagfirullah.. Mas Eko libur setiap hari minggu, di hari-hari ketika kesiangan belanja atau memang ada perlu kaya perpanjangan SIM. Malasnya itu berarti kudu banget nih jalan ke pasar pagi-pagi. Ada sih angkot, tapi disini angkotnya lama banget lewatnya, ngga kaya di Bandung yang sambil bersin juga lewat angkot dua πŸ˜†. Alhamdulillah pasarnya deket cuman 800m dari rumah jadi bolak balik jalan kaki muter-muterin pasar ada kali ya 2km, lumayan olahraga.

Karena abis belanja di pasar ya jadi komparatif plus minus belanja di pasar sama di mas eko. Kadang ada beberapa item yang lebih murah di pasar baso mini contohnya harganya variatif mulai Rp.2.500 sampai Rp.5.000 kalau di mas eko jual yang middle price Rp.4.000. Tempe kalau di pasar yang high quality terbungkus  plastik itu Rp.2.500 gedenya lumayan bisa 3 kali makan. Kalau di mas eko tempe high quality yang terbungkus daus, lebih kecil harganya Rp.3.000 bisa untuk 2 kali makan.

Tapi nih kalau beli di pasar itu kadang kebanyakan, kalau beli sayur disimpan males kan kalau layu, nggak seger. Idealisme seorang istri untuk memastikan makanan yang masuk ke perut suaminya adalah makanan yang segar πŸ’ͺ Meskipun suami sudah membelikan kulkas yang kata sales-nya bisa bikin awet sayur buah 7 hari (makasih suamiku πŸ’•), kami sepakat bahwa hanya perlu kulkas kecil untuk menyimpan keperluan kami - satu hari masak satu hari habis yang paling penting ga boleh ada makanan mubazir.  Meskipun menyimpan bahan makanan di kulkas akan sangat membantu (bahan makanan lho yaa bukan sisa makanan), perlu banget mempelajari dulu yang namanya manajemen penyimpanan kulkas. Berkah silahturahmi → dapet tips dari temen sekelas di SMA : sayur itu boleh disimpan dalam keadaan kering di kulkas.  Pas kemarin beli kangkung satu iket, kebanyakaaan buanyak banget jadi aku cuci, aku angin anginin sebentar, aku potong kecil-kecil deh sebagian dimasukkan ke kulkas di dalam wadah tertutup sebagian lagi aku masak. Daan tadaa terbukti ngga layu dibandingkan langsung nyimpen di kulkas begitu saja. Kapan-kapan deh bahas manajemen kulkas (kalau udah paham ilmunya)

Balik lagi ke evaluasi keranjang belanja : baik belanja di pasar atau belanja di mas eko punya titik kelemahan yang sama yaitu tidak adanya perencanaaan belanja. Penting banget ya merencanakan pembelanjaan sayur? Nampak remeh ya padahaaal...

Alkisah, suatu pagi aku bingung mau masak apa. Inget di kulkas masih ada kacang panjang jadi ingin beli tempe buat ditumis sama kacang panjang. Trus bingung cari padanannya apa yaa, sambil muter nemu tahu ah beli tahu ah buat bikin tahu aci. Lewat liat tongkol yaudah beli tongkol di buat lauknya. Eh ada toge yaudah beli toge, sebelah toge ada tahu sumedang jadi ingin bikin gehu (tahu isi). Pas sampe rumah inget kok ada tahu kuning sama tahun sumedang ya? jadi mau bikin apa? Tahu aci apa gehu? Karena gapake perencanaan lupa deh beli isian gehu-nya. Mau gamau tahu sumedangnya disimpen dulu sampe besok. Kenapa ngga beli besok aja coba kan ya? Tahu sumedang kan harus cepat dieksekusi 😒

Karena kami adalah anti mubazir-mubazir club, hal ini perlu dibicarakan! Akhirnya sepulangnya suami sambil ngeteh ngeteh manjah, hal ini kami diskusikan. Menyusun perencanaan belanja itu harus dimulai dari mau masak apa hari ini. Maka mulainya harus dari mau masak apa hari ini? Kotrat kotret lah kami : masakan apa saja yang sudah bisa dan kira-kira aku buat. 


Dari keranjang belanja ini aku belajar bahwa perencanaan itu penting. Gagal merencanakan berarti merencanakan kegagalan. Bahkan untuk hal sesederhana belanja sayur pun perlu perencanaan. Ini adalah awal, awal untuk berubah dari yang tadinya sekedar koki keluarga menjadi manager gizi keluarga. Bukankah seorang manager juga berkaitan dengan perencanaan?


Selasa, 06 Februari 2018

tak sekedar menjadi seorang istri : merenungi keranjang belanja part 1

Purwokerto, 6 Februari 2018


Yeay, we are officially married for one month ! Alhamdulillah.. 

Sudah sebulan menjadi istri saatnya muhasabah diri, gimana nih peran jadi istrinya? Lucu sih jadi istri wkwk, memang terjadi beberapa perubahan signifikan setelah dipinang oleh kekasih hati πŸ‘°
  • Dulu, waktu masih gadis, paling males nguprak di dapur lah sekarang di dapur terus. Betah sih soalnya dikasih kado alat masak yang lucu lucu wkwk (pantes aja jadi le-bar).
  • Dulu mah ngurus domestik itu mager luar biasa sekarang dikit dikit ambil sapu wkwk (bukan karena magernya ilang tapi nyapu adalah salah satu kegiatan yang bisa dilakukan menunggu suami pulang gengs)
  • Perubahan yang paling signifikan adalah menjadi "wanita penyayang" : sayang kalau makanannya ga habis - mubazir;  sayang uang kalau beli barang ga perlu - boros; ke pasar kaget aja lah  kalau perlu palu doang gausah mahal-mahal sayang uangnya 😝. Istriable banget kan wanita penyayang wkwk 
Biasanya nih, karena suami yang harus pergi kerja nyubuh, bangun tidur itu nyiapin sarapan dan keperluan suami untuk pergi kerja. Lanjut deh garap pekerjaan domestik sambil nunggu mas eko lewat. Mas eko itu sopo? Let me tell you yaaa, mas eko itu cowok inceran ibu-ibu sekomplek. Jelas lah, mas eko yang membawa sayur segar setiap harinya wkwk. Mas eko ini penjual yang jujur jadi seneng belanjanya kalau dia bawa barang tapi barang kemarin yang kurang seger biasanya dia bilang : "itu barang kemarin mbak, yang baru disini tapi kalau mau yang itu juga boleh". 

Nah ada yang menohok hati ketika berinteraksi dengan mas eko. Salah satu tantangan emak emak rempong tiap hari itu kan tentang masak apa hari ini. Sibuk aja tuh tiap pagi muterin triseda-nya mas eko. Kalau udah nampak puyeng biasanya ditanya sama yang punya triseda masak apa mbak? 
πŸ‘© mau masak sayur ini lauknya apa ya mas? atau mau masak lauk ini sayurnya apa ya? mau masak apa ya hari ini ?  
Pasti deh mas eko nih yang jadi recomender system-nya: "masak A, B sama C aja mbak atau B sama D. biasanya kalau masak A sama B sih tapi masak B pake D juga enak". Trus karena jadi bego mau masak apa diikuti aja itu apa kata mas eko. 

Waktu aku dan suami di meja makan, cerita deh kalau masakan yang tersaji di meja makan adalah rekomendasi dari mas eko. Trus suami komen sambil ketawa : "untung yang ditawarin cuman segini ya, bahaya kalau yang ditawarin banyak pasti dibeli semua". Rada-rada jleb sih, masa kalah sama tukang sayur😒 Ternyata ga perlu kuliah pascasarjana untuk menguasai market basket analysis, mang sayur juga bisa.
Market basket analysis merupakan salah suatu permasalahan yang diangkat di dunia sains komputer. Sederhananya menganalisis barang mana yang sering dibeli bareng-bareng, misalnya kalau beli roti seringkali dibarengi dengan beli selainya juga atau sebaliknya. Tujuannya ya buat rekomendasi, sering kan ke mini market trus ditawarin : "pulsanya sekalian mbak?" (sekilas curcol anak informatika)
Jadi ingat perkataan Ibu Septi Peni Wulandani, founder Institut Ibu Profesional yang kira-kira begini lah : "Menjadi seorang ibu itu bukan sekedar menjadi ibu, tapi menjadi manager keluarga. Harus naik level, yang tadinya bertugas menjaga kebersihan rumah harus menjadi manager kebersihan rumah, yang tadinya menjadi koki keluarga harus menjadi manager gizi keluarga". Makjleb mak sebulan menjadi istri belum bisa menjadi manager gizi keluarga, baru bisa jadi koki keluarga 😒

Jadi ini tantangan pertama menjadi seorang istri, level up menjadi manager gizi keluarga! Ceritanya berlanjut ke post berikutnya ya, stay tune!

next post : tak sekedar menjadi seorang istri : merenungi keranjang belanja part 2

Senin, 05 Februari 2018

selamat datang cinta!

Purwokerto, 5 Februari 2018

Tepat satu bulan yang lalu, 6 Januari 2018, resmilah diriku menyandang status baru sebagai seorang istri. Rasa-rasanya lucu juga sih, nikah sama temen kuliah yang satu peminatan sering satu kelas, temennya suami ya temen aku juga tapi baru sama-sama 'ngeuh' setelah lulus. Da gitu kan kata orang sunda mah jodoh teh jorok nemunya dimana aja 😝 

Banyak yang bertanya-tanya sama kami : "kok bisa sih kalian nikah?". Padahal kami pun sama-sama bingung, kok bisa ya? wkwk. Jadi kisah kasih kami dijembatani oleh dua sahabat kami Putri dan Farid, dicomblangin? yes 😜 Makasih yaa putri dan farid πŸ’•

Banyak yang bilang kok tiba-tiba sih? Hehehehe. Bukan tiba-tiba juga sih, hanya tidak terpublikasikan saja. Padahal proses kami untuk menikah itu kurang lebih satu tahun. Dimulai pada 11 Desember 2016 dan akhirnya menikah pada 6 Januari 2018. Cukup kan? Kelamaan malah kata suami wkwk. Sampai-sampai kalau ditanya : "mas nyesel ngga nikahin aku?". Jawabannya suamiku pasti :"Nyesel lah, kelamaan nunggu lulus". Dan aku hanya bisa tertawa wkwk. Iya memang perjalanan yang kita lalui ga sederhana ya mas, meyakinkan orangtua, jumpalitan biar aku bisa cepet lulus sampai dengan milih vendor nikahan yang bikin kita pusing kepala wkwk. Alhamdulillah, kita udah nikah sekarang mas 😊



Perbedaan karakter kami yang ekstrim juga buat orang bertanya-tanya kok bisa sih nikah? Iya bisa dong kan aku terima lamarannya suamiπŸ˜› Kami hanya dua orang yang mencari titik keseimbangan untuk saling melengkapi satu sama lain #tsaah. Toh kami baik baik saja dengan perbedaan perbedaan yang ada bahkan seringkali menjadi berkah buat kami : suami lebih bijak untuk menyikapi suatu keadaan ketika istrinya mah cuman bisa cekikikan usilin suami ✌

Seperti halnya mulai blogging ini adalah saran dari suami, supaya ngga sedih setelah lamaran kerja sang istri ngga diterima. Setelah menghibur sang istri dan meyakinkan bahwa menjadi seorang istri adalah pekerjaan mulia, suami menyarankan untuk mengisi waktu dengan menulis sambil mencari peluang baru. Makasih suamiku πŸ’• postingan pertama ini aku dedikasikan untuk suami tercinta, semoga Allah menjaga cinta kita sampai di surga-Nya. Aamiin..